Selasa, 22 November 2011

Profil Siswa (yang mana Anda????)


Profil siswa jika dilihat dari perpaduan antara kemampuan, kemauan dan prestasinya maka terbagi pada 5 model siswa.
1.      Siswa yang tidak ada apa-apanya
Siswa model pertama ini adalah siswa dengan motivasi yang sangat rendah, kemampuannya tidak terasah dan prestasinya nol besar. Status pelajar hanyalah sebutan dan formalitas belaka. Siswa seperti inilah yang sering terbawa arus negatif (kabawa kusakaba-kaba).
2.      Siswa yang apa adanya
Siswa model kedua ini siswa yang tingkat motivasinya pas-pasan, prestasinya pun apa adanya. Mereka belajar kalau ada ulangan dan “PR”. Inisiatifnya rendah, di kelas lebih banyak ngobrolnya daripada belajar dan bertanya pada guru.
3.      Siswa yang ada-ada saja
Siswa model ketiga ini, lebih banyak usilnya daripada usulnya lebih banyak negatif ketimbang positifnya. Siswa yang ada-ada saja inilah yang lebih banyak berbuat kriminal dan peyimpangan perilaku seperti, pesta miras, pergaulan bebas, geng motor, pengguna dan pengedar NARKOBA, anarkisme dan lain-lain. Motivasinya untuk prestasi sangat rendah beralih pada motivasi negatif.
4.      Siswa yang ada lebihnya
Siswa model keempat ini sadar akan statusnya sebagai pelajar dan memiliki motivasi yang cukup untuk belajar dan berprestasi. Tetapi tipe siswa model ini masih harus terus didorong motivasinya agar lebih baik lagi, siswa yang ada lebihnya disamping giat belajar dengan penuh kesungguhan juga dan biasanya ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler disekolah maupun kegiatan di sekitar rumahnya. Seperti : Karang Taruna atau Pemuda Masjid.
5.      Siswa yang adanya, lebih dari sekedar ada
Siswa tipe inilah siswa yang memiliki motivasi yang super, siswa model ini siswa yang memilliki kesadaran prima tentang visi dan misi hidupnya sebagai pelajar, sadar akan orientasi hidupnya dimasa depan, sadar pada situasi kondisi dimana dia hidup, dan sadar pada fungsi dirinya. Sebagai pelajar yang memiliki tugas sebagai generasi penerus di masa depan.







MENDIDIK DENGAN HATI



Keberhasilan pendidikan, khususnya di Sekolah tidak hanya ditentukan oleh kemahiran guru dalam mengajar. Namun lebih kepada bagaimana ia mendidik para siswanya. Guru yang baik adalah seseorang yang bisa mengajar sekaligus bisa mendidik para siswanya. Dengan kemampuannya untuk mengajar dan mendidik secara baik, akan dihasilkan anak-anak yang tidak hanya pandai secara intelektual, namun juga secara akhlak dan keimanan. Pada akhirnya akan menghasilkan generasi penerus yang arif dan bijaksana.
Mengajar hanya terbatas pada pemberian materi atau bahan ajar, sedangkan mendidik lebih kepada bagaimana sikap dan perilaku guru dalam keseharian. Ia akan menjadi model atau figur teladan bagi peserta didik. Oleh karena itu, mengajar itu penting, namun lebih penting lagi adalah kegiatan mendidik. Mengajar lebih mengarah kepada bagaimana membangun kecerdasan pikiran manusia; membangun manusia-manusia yang pandai secara intelektual. Kegiatan mendidik lebih condong kepada proses bagaimana menyadarkan peserta didik dapat mengubah dirinya menjadi manusia seutuhnya, baik secara intelektual, spiritual, moral dan sosial. Penyadaran itu tidak bisa dilakukan melalui pengajaran saja, tetapi terutama lewat pendidikan di mana prinsip keteladanan dari sang guru diberlakukan. Tanpa sebuah keteladanan (melalui kata maupun tindakan) yang baik, seorang siswa yang nakal akan tetap menjadi nakal, bahkan mungkin akan semakin nakal.
 Sebagai pendidik, tentu pernah merasa tidak suka terhadap sikap peserta didik yang nakal dan selalu membuat masalah (ulah). Namun kita harus sangat berhati-hati dalam mengekspresikan perasaan itu. Kita tidak boleh dengan serta merta membentak apalagi menampar anak seperti itu. Kadangkala, siswa yang nakal dan bermasalah, hanya menjadikan kenakalan itu sebagai alat untuk mencari perhatian dari teman atau gurunya. Di sinilah perlunya keteladanan dari seorang pendidik terutama teladan untuk menunjukkan sikap empati.
 Oleh karena itu, peran seorang pendidik dalam menolong siswanya, terutama bagi yang bermasalah sangat diharapkan. Pengabdian yang tanpa pamrih serta sikap empati seorang guru sangat berarti bagi mereka. Berempati adalah sikap peduli kepada orang lain secara nyata, baik dalam kata maupun tindakan. Guru yang berempati adalah sosok yang murah senyum, ramah, lembut tetapi tegas. Ia tidak akan mudah marah kepada siswa yang membuat ulah. Ia akan mencari tahu mengapa siswa itu begitu; solusi apa yang tepat untuk memecahkan masalah itu. 
 Marah terhadap hal/tindakan salah dari siswa boleh saja, tetapi jangan asal marah. Kalau guru hanya marah-marah dan menyalahkan siswa bermasalah, tanpa memberi perhatian dan solusi tepat, justru akan menambah beban baginya. Guru yang baik harus tetap memberikan pengarahan dan bimbingan serta kasihnya. Dengan demikian, guru benar-benar bisa berperan menjadi orang tua di Sekolah bagi para siswanya. Ia tidak lagi menjadi sosok yang terlihat galak dan menakutkan. Ia justru akan menjadi sahabat bagi nara didiknya.
 Tidak berlebihan jika guru dikenal sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa, yang selalu memiliki semangat untuk mengabdi tanpa pamrih. Dalam dirinya terdapat prinsip luhur bahwa menjadi guru adalah panggilan ilahi. Kalau guru adalah pahlawan, maka ia seharusnya mau berjuang bagi banyak orang, terutama bagi siswanya. Ia mencelikkan mata yang buta pengetahuan, membebaskan mereka yang terbelenggu kebodohan serta memberi tuntunan kepada mereka yang tidak tahu arah tujuan. Ini adalah pengabdian besar dan tidak mudah. Guru yang memiliki empati, tidak akan pernah menjadikan Sekolah sebagai lahan bisnis, melainkan lahan perjuangan untuk membangun generasi muda yang arif dan bijaksana. Guru yang baik tidak hanya menguasai bidang pengajarannya, tetapi juga yang sadar akan tugasnya sebagai pendidik. Ia sadar sepenuhnya bahwa siswanya tidak hanya meneladani apa yang ia ajarkan malalui KBM dalam kelas, tetapi terlebih dari sikap dan perilaku sang guru. Berikan hatimu wahai guru, maka ‘kan kau lihat secercah perubahan pada nara didikmu.